Rabu, 12 November 2008

KETEMU TEMAN MASA SMP DI REUNI GONTOR


Jam 8.00 wib Sabtu tanggal 1 Nopember 2008, bus rombongan keluarga dari Surabaya berangkat dari kediaman Bapak Prof Dr. Mohammad Yogiantoro, Jl Cintandui No 3 Surabaya, menuju Ponpes Modern Gontor tempat reuni akbar keturunan Eyang Prawiro Kusumo.

Di dalam bus banyak saya temui famili yang belum pernah saya lihat sebelumnya, tapi banyak juga famili yang sudah saya kenal.Salah satunya dosen anaku Kiki di FK Unair , Prof.Yogi, Prof.Diani dan juga dr.TW. begitu Kiki memanggilnya yang mestinya juga dia berhak memanggil "dimas" kepada mereka semua karena aku "pakliknya" menurut urutan kefamilian.

mBak Nunuk Supardi sebagai ketua rombongan dibantu dinda dr.TW ( Teguh Wahyudi ). Kecerian saya lihat dari tiap wajah di dalam bis saat itu. Alunan suara dinda Udik (dr.TW) mengikuti lagu-lagu karaoke dari sound system bis, bergantian dengan famili yg lain. Meriah.

Jam 11.00 wib. rombongan sampai di kota Nganjuk. Rombongan berhenti untuk sholat dhuhur dan makan siang. Sebelumnya rombongan mampir di bekas rumah kediaman eyang Fakih yang biasa kita sebut Eyang Nganjuk yang telah diwakafkan kepada Ponpes Gontor dan saat ini dijadikan sevagai Islamic centre di Nganjuk.

dr.Teguh Wahyudi memberikan hal ihwal keberadaan rumah tersebut masa lalu, bergantian dengan mBak Nunuk Supardi.
Setelah sholat dhuhur dan makan siang rombongan meneruskan perjalan ke Gontor.
Saya dan istri juga adinda Avif Priyatmoko dan adinda Arum turun di Pagotan.

Hari Minggu tanggal 2 Nopember 2008 pagi saya berangkat bersama tim dokumentasi dari Banjarsari, (Ahmad Budi Wahyu Nugroho, Wahyu Susilo, Niken Edyanto) berang kat ke Gontor.


Minggu, 26 Oktober 2008

REUNI KELUARGA BESAR GONTOR

Tanggal 20 Oktober 2008, saya terima telepon dari Mas Yanto ( putro Bp. Fatkhurohman) bahwa saya ditunjuk menjadi kordinator dari Keluarga Besar Eyang Kusen Hadikusumo, dalam reuni Keluarga Besar Gontor.
Saya ditanya oleh anak saya apa hubungannya dengan keluarga Gontor.
Saya jelaskan waktu itu bahwa Eyang Buyut kita Eyang Prawiro Koesoemo mempunyai Putra-putri 6 orang :
1. Nyi Kustilah
2. Nyi Soeratmi Eyang Fakih (Gontor)
3. Ki Ali Soemowinoto
4. Nyi Moentek
5. Ki Ibrahim Soemopranoto
6. Ki Kusen Hadikusoemo (Banjarsari)
sekandung dengan Eyang yang menurunkan Keluarga Gontor. Jadi wajar kalau kita diundang dalam reuni tersebut.
Kapan ya kita bisa reuni Keluarga Besar Eyang Prawiro Koesoemo ?. Tentunya di Banjarsari.
Insya Alloh kalau data silsilah ini saya dapat akan saya upload di blog ini. Siapa Bisa membantu memberikan datanya ? (*)

KABAR DUKA

Innalillahi wainna ilaihi roji'un.
Kamis tanggal 16 Oktober 2008, kami menerima kabar dari Kanda Ahmad Budi Djatmiko Madiun, bahwa Ayunda Triretno binti Rajak Mangoensoedarso meninggal dunia. Beliau meninggal pada usia ke 90 tahun, tepat pada hari ulang tahunnya.
Jum'at 17 Oktober 2008 kami ke Madiun, saya, Pak Isno, Yunda Arie Suisno, Nanda Safarijanto Takziyah ke Madiun. Jenazah dimakamkan di makam keluarga di Balerejo ( Kebonsari, Madiun), setelah sholat Jum'at.

Satu kenangan yang tak bisa aku lupakan dari yunda Triretno ( Yu Rat kami memanggilnya ) adalah disiplin yang tinggi dan serba teratur / rapi, kemandirian yang selalu beliau tanamkan kepada sya waktu itu. Selamat jalan yunda. Semoga Alloh mengampuni segala dosa yunda, menerima amal baik yunda. Amin

Rabu, 24 September 2008

MENGINGAT KEMBALI KEBERADAAN KITA

Sejarah, Kehormatan dan Keberadaan Makam
(Sebuah Catatan Pengantar )



Tantangan terbesar yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern adalah menghilangnya nilai-nilai identitas. Ini suatu proses yang alamiah, jika kita mampu mencermati realita yang ada.

Pertama, “menjadi modern” membawa konsekuensi semakin kaburnya batasan antar manusia. Manusia, tanpa membedakan suku, ras dan agama, bisa saling berkomunikasi tanpa hambatan apapun. Dalam hal ini orang sudah tak lagi memandang ikatan-ikatan tersebut. Orang dalam bermasyarakat, lebih memandang ikatan kepentinganlah yang paling sesuai.

- Kedua, keluarga sebagai ikatan emosional dan primordial yang terkecil mulai kehilangan fungsinya sebagai perekat. Ini bisa saja terjadi, jika antar anggota keluarga jarang saling berkomunikasi dan tidak memiliki persamaan pandangan. Jika kita menggunakan bahasa Islami, tali silaturrahmi yang renggang menyebabkan tak berfungsinya keluarga ini, tak terkecuali dalam sebuah keluarga besar.

Salah satu faktor utama yang menghapus ikatan primordial keluarga dalam hidup manusia, adalah mulai dilupakannya sejarah. Sebagian besar dari kita sudah mulai melupakan sejarah kita sendiri. Kerap kali kita menganggap remeh dan kesulitan untuk menjawab—pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti: “Siapakah kita?”, “Dari mana asal-usul kita?”, “Bagaimana kita ada?”, “Bagaimana kita dan keluarga kita dibesarkan?”.

Kita sering berpendapat bahwa masa lalu adalah sesuatu yang tak perlu dikenang, kecuali yang berkait langsung dengan kepentingan pribadi kita. Suatu pandangan yang naif bila mendasarkan semua pada kepentingan belaka. Akibatnya, kita tidak bisa menghargai apa arti perjuangan masa lalu, dan mulailah kita kehilangan salah satu nilai kemanusiaan dalam diri ini.

Banjarsari, suka atau tidak, adalah sejarah kita. Sengaja dilupakan atau tidak, ia adalah bagian dari hidup kita. Manusia tidak bisa lepas dari masa lalunya. Dan kita sekarang, salah satunya, dibentuk oleh masa lalu itu. Banjarsari ikut membentuk ikatan darah primordial kita, terlepas dari kita lahir di sini atau tidak. Juga terlepas dari kita pernah mengunjunginya atau tidak.

Ketika Kyai Muhammad bin Umar meretas keberadaan Banjarsari pertama kali pada 240 tahun yang lalu, mulailah cerita sejarah keluarga besar kita diguratkan. Berawal dari beliau menerima hadiah dari Kasultanan Mataram atas jasa beliau berhasil meredakan pembrontakan yang dilakukan oleh Pangeran Singosari (Malang). Hadiah tersebut berupa tanah yang harus dibabat sendiri oleh beliau. Lahirlah desa perdikan kecil ini, Banjarsari. Dari sinilah lahir sebuah keluarga besar dengan nilai-nilai identitas yang khas. Nilai-nilai identitas yang banyak diwarnai oleh nilai-nilai moral luhur religius (keagamaan), yang diwariskan kepada anggota keluarganya secara turun-temurun. Nilai identitas ini adalah kekuatan mengakar, yang sadar atau tidak, banyak mempengaruhi perilaku hidup kita di masyarakat.

Kyai Muhammad bin Umar memang bukan sekedar pionir (pemrakarsa) fisik, tapi juga pionir spiritual. Beliau tidak hanya membangun tempat tinggal bagi kelompok masyarakatnya tetapi juga bagi masyarakat masa depan yang apik dan rapih. Tidak hanya memberikan warisan harta benda berupa desa Banjarsari saja. Lebih dari itu, beliau telah mewariskan Islam, agama yang tak ternilai harganya bagi kita semua, bekal menuju kampung akhirat.

Beliau membangun dan memberikan pondasi Agama Islam yang kita imani sekarang, dengan membangun Pondok Pesantren yang menampung ± 1000 orang santri. Nilai spiritual yang hingga kini tetap kita yakini sebagai jarum petunjuk arah langkah kehidupan kita. Nilai-nilai inilah yang terus hidup dan membesarkan generasi-generasi baru yang sedikit banyak ikut mewarnai sejarah perjalanan bangsa ini.

Kyai Muhammad bin Umar memang telah lama terkubur di bawah tanah. Beliau kini, mungkin, hanyalah sebuah nama masa lalu yang tenggelam di antara sekian nama besar dan nama baru. Makam beliau kini mengalami kerusakan berat dan nyaris tak terurus. Tragis, bila kita mengingat besarnya jasa beliau yang telah membuka/membabad hutan membangun sebuah desa Islami, desa perdikan Banjarsari.


Dan, suka atau tidak, juga mulai menghilang dari benak kita, cucu-cicit beliau. Ironis ! Akankah falsafah hidup “Mikul Dhuwur, Mendhem Jero” hilang ditelan kehidupan modern. Islam tidak mengajarkan demikian. Pada setiap selesai sholat kita disunnahkan mendoa bagi leluhur dan para syuhada, saudara se-agama dan se-iman.

Bung Karno pernah wanti-wanti agar selalu ingat sejarah. Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ucapan beliau benar adanya, karena tanpa itu, nilai-nilai identitas yang telah dengan susah payah dibangun dan diwariskan akan kehilangan maknanya. Sekian. (*)
Catatan : Sekarang Keadaan makam sudah cukup bagus rapi. ( mazwink)

KETEMU KANGMAS PUTRA PAK DE KAMAL

Jam 10.00 wib, aku buka blogku maunya ingin menambah tulisan. Alhamdulillah kotak pesan tertulis pesan baru, yang aku mengira sama sekali kalau beliau putra dari pak De Mohammad Kamal putro Eyang Guru.
Kakangmas Chandra, yang wajahnya baru saya lihat sekarang lewat foto.
Matur nuwun kangmas

Pak Kamal begitu kami memanggil Pak De, mengingatkan aku 40 tahun yang lalu. Saat itu aku masih SMA. Untuk menambah uang jajan, aku mencoba berternak ayam ras. Saat itu terjadi "pageblug" ayam. Pagi sakit sore mati. Kalau jaman sekarang mungkin dinamakan flu burung dan akan menggegerkan Depkes.

Pertengahan Romadhon pak Kamal " rawuh " dari Jogja. Beliau waktu itu "ngasto" sebagai dosen di FKH universitas Gajah Mada. Mengharap bisa memberikan advis solusi menghindar dari wabah penyakit ayam yang ganas aku minta advis kepada beliau.
Dengan entengnya beliau menjawab : " belehono kabeh ojo kok sisakne " maksudnya sebelih saja semua tanpa sisa, kalau perlu kandangnya dibakar. Aku kok terus ingat penanganan flu burung jaman sekarang yang memakai cara itu juga ( Bakar habis ).

Pak Kamal mestinya usianya sudah hampir 80 tahun. Sudah lebih 25 tahun saya tidak ketemu beliau. Dulu sih waktu mudanya pakKamal termasuk PENDEKAR ( Pendek Kekar ) tapi ngganteng.
Kapan ya bisa ketemu ? (*)

Sabtu, 20 September 2008

PERTANYAAN SEORANG GURU

Suatu hari Seorang Guru berkumpul dengan murid-muridnya. ..
Lalu beliau mengajukan enam pertanyaan.. ..

Pertama...
"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini...???"
Murid-muridnya ada yang menjawab.... "orang tua", "guru", "teman", dan
"kerabatnya" ..
Sang Guru menjelaskan semua jawaban itu benar...
Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "kematian".. ..
Sebab kematian adalah PASTI adanya....

Lalu Sang Guru meneruskan pertanyaan kedua...
"Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini...???"
Murid-muridnya ada yang menjawab... "negara Cina", "bulan", "matahari", dan
"bintang-bintang" ...
Lalu Sang Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang diberikan adalah
benar...
Tapi yang paling benar adalah "masa lalu"...
Siapa pun kita... bagaimana pun kita...dan betapa kayanya kita... tetap kita
TIDAK bisa kembali ke masa lalu...
Sebab itu kita harus menjaga hari ini... dan hari-hari yang akan datang..

Sang Guru meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga...
"Apa yang paling besar di dunia ini...???"
Murid-muridnya ada yang menjawab "gunung", "bumi", dan "matahari".. ..
Semua jawaban itu benar kata Sang Guru ...
Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "nafsu"...
Banyak manusia menjadi celaka karena memperturutkan hawa nafsunya...
Segala cara dihalalkan demi mewujudkan impian nafsu duniawi ...
Karena itu, kita harus hati-hati dengan hawa nafsu ini... jangan sampai
nafsu membawa kita ke neraka (atau kesengsaraan dunia dan akhirat)...

Pertanyaan keempat adalah...
"Apa yang paling berat di dunia ini...???"
Di antara muridnya ada yang menjawab... "baja", "besi", dan "gajah"...
"Semua jawaban hampir benar...", kata Sang Guru ..
tapi yang paling berat adalah "memegang amanah"...

Pertanyaan yang kelima adalah... "Apa yang paling ringan di dunia ini...???"
Ada yang menjawab "kapas", "angin", "debu", dan "daun-daunan" ...
"Semua itu benar...", kata Sang Guru...
tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "meninggalkan ibadah"...

Lalu pertanyaan keenam adalah...
"Apakah yang paling tajam di dunia ini...???"
Murid-muridnya menjawab dengan serentak... "PEDANG...!! !"
"(hampir) Benar...", kata Sang Guru
tetapi yang paling tajam adalah "lidah manusia"...
Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati... dan
melukai perasaan saudaranya sendiri...

Sudahkah kita menjadi insan yang selalu ingat akan KEMATIAN...? ??

senantiasa belajar dari MASA LALU...???

dan tidak memperturutkan NAFSU...???

Sudahkah kita mampu MENGEMBAN AMANAH sekecil apapun...???

dengan tidak MENINGGALKAN IBADAH....?? ?

serta senantiasa MENJAGA LIDAH kita...???

Selasa, 16 September 2008

PAK PRIYATMOKO PUNYA CUCU


Kamis tanggal 4 September 2008 saya ditelepon oleh adinda Afifah Priyatmoko.Kalau Aan merasa akan melahirkan. "cepet dik dibawa ke RSB ", jawab istri saya . " Bu De saget ngancani aku", dengan sangat menyesal kami tidak dapat menemani keluarga Priyatmoko, karena kami akan ke Jember dan tiket sudah terbeli.

Jam 16.00 kami berangkat ke Jember. Dalam hati ada penyesalan kenapa kami tidak dapat ikut menemani mereka dalam keadaan perlu dukungan. Kami suruh Pipit dan Arif ke RSB Pura Raharjo menengok Aan.

Nampaknya kandungan Aan ada masalah sehingga harus dilakukan oprasi cesar. Ditangani oleh dr. Dian Agami Islam, SPog. lahirlah bayi perempuan mungil melengkapi keluarga besar kita


Pada : 5 September 2008
Jam : 19.30 wib
Berat badan : 3,5 kg.
Panjang : 50 cm
Kelihatan sangat bahagia ayahandanya Arif Khorul Anam maupun ibunya Rahma Prifianti Azizah.
Alun begitu mereka memanggil anak kesayangannya kependekan dari ALUNA KHAIRANI NUR ADZKIA, " embuh mas artinya opo " ? jawab dinda Afif waktu saya telepon siapa namanya. Konon artinya, "Cahaya Keindahan/ kebaikan di bulan yang suci".

Seperti laiknya cucu pertama keluarga Priyatmoko sangat bahagia menerima cucu pertamanya ini. Setiap keluar senyuman dari mulut mungil Aluna selalu difoto pakai HP nya. Aluna merupakan cucu pertama dari keluarga Aan maupun keluarga besar Arif. Terus cicit ke berapa ya untuk keluarga besar Poernomo ?. Siapa tahu ? Kirim kabar. OK ? Selamat untuk keluarga besar Priyatmoko semoga Alloh menjadikan anak yang sholehah. Amin (*)




Rabu, 20 Agustus 2008

CUCU KAMI KE 3 LAHIR

Rabu jam 00.05 Hp ku berbunyi, suaranya tertawa Neo cucuku menandakan bahwa panggilan itu dari Oryza anakku. Ibunya yang menerima panggilan itu. Ada nada panik dan kekhawatiran dari seberang sana anaku Ryza ( di Jember ).

“ Ibu Henny mengeluarkan cairan Bu. Ini kenapa bu ? “ tanya Ryza

“ Cepat bawa ke RS Riz, itu tanda-tanda mau melahirkan “, tukas ibunya.

” Tenang Riz itu tanda-tanda biasa untuk proses kalahiran ”, ibunya menenangkan.

Doa kami di Surabaya mengiringi proses kelahiran Henny.


Jam 6.00 saya telepon ke Jember menanyakan perihal perkembangan Henny.

” Ini sudah bukaan 6 Pak ”, jawab Ryza. ” O itu agak siang Riz lahirnya tambah ibunya.

Jam 8.45 suara renyah tawa Neo terdengar lagi dai HP ku tanda ada panggilan dari anakku. Saya lihat memang dari Oryza.

Saya angkat telepon itu : ” Hallo, assalamu’alaikum Pak, alhamdulillah pak Henny sudah melahirkan Pak ”, nada gembira dan isyarat rasa bahagia di suara itu.

Hari tu hai Rabu tanggal 20 Agustus 2008, jam 7.55 wib. atau tanggal 18 Sya'ban 1429 H

Rasa tersekat dalam dadaku. Sukur yang tak terhingga . Alhamdulillah..........alhamdulillah, alhamdulillahirobbila’alamin ya Alloh. Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi meneruskan kata-kata, HP saya berikan keadaan ibunya. Tak terasa bulir-bulir air mata tua ini keluar dari mataku. Air mata syukur, teriring ucapan doa harapan Ya Alloh jadikanlah cucuku ini cucu yang sholeh, sebagai hambamu yang akan selalu jadi pembela Islam penerus ajaran Nabimu Muhammad saw. Dan menjadi penghibur bagi kedua orang tuanya. Amin.

Dering telepon rumah berdering saya angkat :’ Selamat Pak De ya , nampi wayah maneh alhamdulillah melu seneng aku. Mugomugo Aan lancar ugo kaya Henny ”. Itu ucapan selamat pertama yang saya terima dari Dinda Avivah Priyatmoko.(*)

Senin, 18 Agustus 2008

HATI YANG TERLUKA

TITIPAN PESAN KEPRIHATINAN SANG PAHLAWAN PEJUANG KEMERDEKAAN
Oleh : Ahmad Budi Handaru Purnomo Putro, Arek Suroboyo.

Kini orang-orang menyebut kami, laskar tak berguna ..........
Sebab tlah tua renta memang, didera usia yang tlah senja.
Tapi manakala terdengar kembali pekik
Merdeka.........., merdeka................, merdeka.....................
Serta berkumandangnya alunan Indonesia Raya disertai kibaran Merah Putih Sang Saka.

Maka darah jiwa mudaku bergelora kembali
Teringat, menerawang jauh akan kisah-kisah di masa revolusi yang tlah kualami
Sang patriot pejuang dengan semboyan ” Merdeka atau Mati
Bersatu padu tuk satu tujuasn demi berdiri dan tegaknya ibu pertiwi
Yang tak terasa sudah 63 tahun kini, kita peringati.

Kenyataan sudah bisa hidup di alam merdeka
Tapi para pejuang didera ” Rasa Heran serta Tanda Tanya ”
Dengan diikuti kecewa
Hendak dibawa kemana Republik Indonesiaku tercinta ini ?
Yang ternyata tuk rebutan orang-orang sok pengin kuasa semata.

Kebanyakan anak bangsa penerus cita-cita
Tak menghayati makna arti proklamasi
Yang seharusnya diisi dengan hati nurani
Meskipun kini sudah didengung-dengungkan istilah reformasi, yang disertai dengan banyak aksi-aksi

Sangat memprihatinkan dan melukai perasaan sang pejuang
Sudah sekian lama merdeka, tapi keadaan masih tak enak dipanang dan disandang
Bagimana tidak, antar sesama saling tendang
Saling sikut hasut untuk mencari menang

Semrawut-semrawut
Semuanya kepinginnya berebut

Semua terlibat, katanya demi rakyat
Namun rakyat hanya diperalat demi keinginan untuk bisa menjabat
Meskipun hanya sesaat
Apa mereka tidak takut kualat ?

Sang Saka Merah Putih yang dielu-elukan sang pejuang , kini terklihat semakin kotor
Oleh noda ulah serakah sang koruptor
Yang tak pernah sadar, tak pernah belajar
Malahan semakin tambah kurang ajar

Menyebalkan, menjengkelkan, rasanya tak sabar dan gregetan hati ini
Tapi hendak dikata apa? Memang telah dan banyak terjadi
Yang kini harus sama-sama kita hadapi, demi generasi nanti

Kenapa kita tak bisa pandai-pandai ?
Sebab, sana-sini maunya bertikai
Beda prinsip sedikit maunya berkelahi
Sepertinya sulit adanya cara damai
Apakah ini akibat orang semakin banyak ingin bikin partai ?

Masalah-masalah,................. timbul masalah lagi
Entah siapa yang salah dalam hal ini
Yang jelas tidak ada yang mau mengakui
Malahan saling caci maki, tepuk dada diri sendiri, dari wong cilik hingga lembaga tertinggi
Itu semua yang sempat kusaksikan diberita-berita kaca televisi
Yang dipenuhi kata janji-janji

Itulah mungkin, kita tlah renggang dengan ilahi
Sebab adanya kemunafikan, kesombongan demo kepentongan pribadi

Semoga Tuhan mengampuni
Serta dikaruniai ” Nugroho Pranoto Lestari ”, Asri ”
Aman, sejahtera, rukun, indah bagi mubi pertiwi tercinta ini
Amin, amin, amin, yaaaa Robbi..............


” Ojo sawenang-wenang yen lagi menang, menlestari menang ”
” Lan sing biso ngalah yen lagi lagi kalah, men ora lestari kalah ”

Ingat sakit selagi dikaruniai sehat
Ingat miskin selagi kaya
Ingat yang lemah selagi kuat
Ingat kalu jadi bawahan, selagi ada kesempatan menjadi atasan
Ingat jadi rakyat selagi menjabat dan
Ingat kalau jadinya di ”dor” seandainya jadi koruptor
Ah ..........jangan. Jangan, tidak mungkin itu terjadi

Yang jelas, selalu-sealu ingat dan bersyukurlah kepada Yang Maha Kuasa
Alhamdulillah

Demikian terima kasih.

Jalan Asri, Villa Inti Persada C satu dua puluh tujuh
Detik-detik sebelum jam sepuluh, Tujuh Belas Agustus Dua ribu Tujuh
Ahmad Budi Handaru Purnomo Putro (*)



Minggu, 17 Agustus 2008

Jumat, 15 Agustus 2008

PAMANDA DR. MOH SASONGKO


Dari lima bersaudara dari ibunda kami :

1.Siti Karlinah ibunda kami

2. Murdadyo

3. Murbagio, tinggal di Banjarsari Wetan, Dagangan ,Madiun

4. Mohammad Sasongko, Tinggal di Perumahan Bukit Permai, Dau - Malang

5. Mursidi, tinggal di Medan.

Tinggal no 3 sd. No 5 yang masih hidup. Sewaktu kami keluarga Besar Poernomo menghadiri pernikahan Ananda Ato’ bin AB Pinandoro di Malang, kami sempatkan untuk sowan ke Pamanda Moh.Sasongo di Dau. Rasa haru melingkupi jiwa kami yang sowan saat itu. Betapa tidak Pak Sas sudah ” tidak bisa ” melihat lagi dengan jelas, karena katarak yang mendera penglihatan beliau tahun-tahun terakhir ini.

Betapa terharunya kami, kerinduan yang sekian puluh tahun terpendam seakan tertumpahkan saat itu. Kami menangis, membayangkan betapa berat beban beliau. Di saat-saat beliau membutuhkan pendamping beliau harus tinggal ”sendiri” dalam temaramnya dunia.

Sebagai seorang dokter ,terlontar keinginan beliau untuk pulang ke Banjarsari merawat kakandanya Murbagio. Tetapi keinginan itu dipupus sendiri bukankah beliau sendiri kesulitan beraktifitas, karena selain didera penyakit katarak belaiu juga kesulitan gerak karena vertigo dan sakit di tulang belakang, sehingga harus menjalani perawatan rutin di RSU.

Pernah terlontar keinginan beliau untuk melakukan oprasi katarak dengan metoda baru. Namun karena biaya itu sangat mahal ( delapan juta rupiah ) nampaknya beliau menunda dulu keinginan itu. Aku sudah konfirmasi ke RS Mata Undaan. Malah beliau sudah mengutarakan keinginan tinggal di tempatku selama pengobatan.

Kalau saja aku punya rejeki untuk mengobatkan kataraknya. Ingin rasanya aku meringankan penderitaan pamanku ini.

Satu hal yang bisa kami jadikan tauladan dari pamanku ini adalah Kejujurannya, kesederhanaannya. Meskipun beliau saat itu menjabat sebagai Kakanwil Kesehatan TIM TIM dan Kaltim, dan terakhir dosen Wida Iswara tidak seorangpun dari keponakannya ”dipaksa’ masuk jadi PNS meski peluang untuk melakukan KKN sangatlah besar. Alhamdulillah, beliau terselamatkan dari perbuatan itu, meski akhir sisa umurnya kekurangan harta.

Mudah-mudahan jadi bekal saat beliau menghadap kepada sang Khaliq, sehingga menjadi khusnul khotimah. Amin (*)

Rabu, 13 Agustus 2008

1 Tamparan Untuk 3 Pertanyaan

Sebuah renungan dari Majalah Nurul Hayat.


Ada seorang pemuda yang lama sekolah di luar negeri, kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama, Kyai atau siapa saja yang bisa menjawab tiga pertanyaannya.

Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut, seorang Kyai.
Pemuda : Andasiapa dan apakah anda yakin bisa menjawab pertanyaa-pertanyaan saya ?
Kyai : saya hamba Alloh dan dengan izin Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.
Pemuda: Profesor dan banyak lagi orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.Anda masih yakin bisa menjawab pertanyaan saya?.
Kyai: Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.
Pemuda : Saya 3 pertanyaan :
1. Kalau memang Tuhan itu ada, bisakah anda tunjukan wujud Tuhan kepada saya ?!
2. Apakah yang dinamakan takdir ?
3. Kalau syetan itu dari api kenapa dimasukkan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syetan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu ??.

Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.
Pemuda : ( sambil menahan skit ) Kenapa anda marah kepada saya ?!
Kyai: Saya tidak marah.... Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
Pemuda : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.
Kyai : Bagaimana rasanya tamparan saya ?
Pemuda : Tentu saya sakit !
Kyai : Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada ?
Pemuda : Tentu!
Kyai : Tunjukan pada saya wujud sakit itu ?!
Pemuda : Saya tidak bisa
Kyai : Itulah jawaban pertanyaan pertama.... kita semua merasakan kehadiran Tuhan tanpa mampu melihat wujud Nya.
Kyai : Apakah tadi malam apakah anda bermimpi (*punya firasat ) akan ditampar oleh saya ?
Pemuda : Tidak!
Kyai : Apak pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari imi ?
Pemuda : Tidak!
Kyai : Itulah jawaban pertanyaan anda yang kedua.
Kyai : Lalu terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda ?
Pemuda : Kulit!
Kyai : Terbuat dari apa pipi anda ?
Pemuda : Kulit!
Kyai: Bagaimana rasanya tamparan saya ?
Pemuda : Sakit!
Kyai: Walaupun syetan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syetan. (*)

Kamis, 07 Agustus 2008

Rahmad Kuspinuji Budiantoro ( Antok ) Menikah



Alhamdulillah Pada Hari :
Ahad : 3 Agustus 2008
Jam : 7.00 wib
Tempat : Gedung Unggul , Malang

Telah dilangsungkan pernikahan antara :

Rahmad Kuspinuji Budiantoro,ST bin
Ahmad Budi Pinandoro

dengan

Anggria Widya Sagita, S.Psi.
binti Ir.H.Djodi Widjonarko

Hadir dalam acara ini ibunda Siti Chanah Poernomo, keluarga besar Poernomo dan familii, kerabat Banjarsari. Keluaga besar dari Mojosari, Pasuruan, Dolopo.

Seluruh Keluaga Besar Poernomo mengucapkan SELAMAT ATAS PERNIKAHAN NANDA BERDUA SEMOGA ALLOH SELALU MELIMPAHKAN RAHMAD NYA. DAN MENJADIKAN KELUARGA NANDA KELUARGA YANG SAKINAH MAWADDAH WARROHMAH. AMIN.


Rabu, 23 Juli 2008

KIKI pindah rumah

Sajak keguguran kandungannya yang ke 2 , Kiki nampaknya trauma, maka pada kehamilan kali ini dia mengambil keputusan mengontrak rumah mendekati Rumah Sakit Hasanah Mojokerto tempat dia bekerja. Ahad tanggal 20 Juli 2008 dia pindah ke Perumahan Pondok Teratai.
Rumahnya kecil, tapi lumayanlah untuk keluarga kecil seperti dia.
Sebelum berangkat ke Mojokerto, ibunya membelikan dulu perlengkapan rumah tangga, dari sendok, gelas, piring, sampai kompor gas dll. Ibunya masih di Mojokerto , menemani dan ikut membenahi tempat tinggal baru.
Hari-hari pertama Rara menangis ingin pulang. Tapi sehari kemudian sudah tidak lagi rewel minta pulang lagi. Dia suah punya kenalan tetangga sebelah.
Tapi aku harus pulang ke Surabaya kemarin, dia menangis ingin ikut. Nggak sampai hati sebenarnya tapi bagaimana lagi aku harus pulang karena punya janji dengan Ketua RW.

Hari ini aku mencoblos sendiri.Arif dan Pipit memilih tidak mencoblos karena dia harus berangkat pagi-pagi ke kampus ngurus KKN.

Senin, 14 Juli 2008

PEMBANTU ISTIQOMAH ITU TELAH TIADA

(Sebuah catatan kenangan dari anakku Oryza AW)

Tukiyat

Pernahkah aku bercerita soal Tukiyat kepadamu? Baiklah, mari aku ceritakan tentang Tukiyat. Aku biasa memanggilnya Pak Yat.

Tukiyat meninggal dunia sekitar dua pekan silam. Aku tidak tahu persis berapa umurnya. Aku perkirakan usianya kurang lebih 45 tahun.

Suatu hari, Tukiyat bersepeda motor menuruni jalanan yang tajam. Remnya blong. Ia panik, dan bersama sepeda motornya masuk ke sungai yang berisi air dangkal. Ia menghantam bebatuan.

Pak Yat dilarikan ke rumah sakit. Ia sempat bertahan sehari. Bapak dan Ibuku sempat mengunjunginya. Separuh tubuhnya lumpuh. Namun ia masih bisa bertanya tentang diriku: "Bagaimana kabar Mas Ryza sekarang, Bu?"

Lalu keesokan harinya, Ibu dan Bapak mendengar Pak Yat sudah meninggal. Ada yang sedih. Bapak merasa sayang tidak bisa mengantarkan jenasahnya hingga ke Trenggalek.

Namun, bukan dengan kesedihan itu Pak Yat dikenang. Aku tidak mau bercerita bagaimana ia mati. Aku akan ceritakan bagaimana Pak Yat hidup.

Bapak dan Ibu mengenal Pak Yat saat dia masih berusia dua puluhan awal. Dia adalah kuli bangunan yang ikut membangun apotek milik Ibu dan Bapak di jalan Kampung Malang, Surabaya. Ghozi Zien, rekanan kerja Ibu, yang memperkenalkannya.

Saat pembangunan itu selesai, Bapak mempekerjakan Pak Yat sebagai pegawai di apotek Rifatien. Nama apotek ini mengambil nama Ibuku, Siti Noer Rifatien. Bapak menyukai Pak Yat. "Dia utun (istikomah, konsisten, apapun kau boleh sebut)."

Pak Yat hanya jebolan kelas dua sekolah dasar. Bapak mengajarinya menulis dan membaca kembali dengan baik. Bapak juga mengajarinya cara bekerja yang efisien. Dan Pak yat adalah pekerja keras yang tekun dan mau belajar.

Suatu kali, Bapak mengajarinya cara memotong kertas untuk bungkus puyer (obat racik). Pak Yat memotongi satu demi satu puluhan kertas itu menjadi ukuran yang lebih kecil. Bapak mengambil setumpuk kertas itu dan memotongnya bersamaan dalam satu tarikan pisau potong. Kertas sudah terpotong banyak dalam ukuran lebih kecil.

Bapak tidak bercerita persis bagaimana ekspresi Pak Yat saat itu. Namun, Pak Yat cepat belajar untuk menjadi efisien dan efektif.

Aku mengingat Pak Yat karena dua hal: bantal dan sepeda pancal. Aku masih duduk di bangku sekolah dasar saat mengenal dia. Pak Yat selalu tidur di salah satu ruang praktik seorang dokter. Ruang praktik dokter ini satu atap dengan apotek kami.

Bantal Pak Yat berwarna putih. Aku pernah coba tidur di sana. Baunya apak. Mungkin terkena keringatnya.

Sepeda pancal. Setahuku, selama bekerja di apotek, Pak Yat tidak pernah naik sepeda motor. Ia mengantarkan obat pesanan pasien ke manapun dengan bersepeda pancal. Sepeda pancal, sepeda mini warna merah.

Aku keliru.

Bapak bilang, Pak Yat pernah disuruh berlatih naik sepeda motor oleh Bapak. Mulanya ia menolak. Tapi akhirnya ia mau juga, berlatih dengan sepeda motor Yamaha warna merah milik keluarga kami.

Suatu hari, Pak Yat mengalami celaka dengan sepeda motor itu. Mungkin karena tangannya tak biasa. Sepeda itu rusak, dan ia meminjam sejumlah uang kepada Mbak Meta, staf Ibu di apotek. Uang itu untuk memperbaiki sepeda kami, dan digantinya dengan potong gaji.

Bapakku tahu. Ia memanggil Pak Yat, dan melarangnya mengganti biaya perbaikan. Bapak mengibaratkan kerusakan itu sebagai biaya sekolah. "Asalkan biayanya tidak mahal, yaitu nyawamu, tidak masalah," kata Bapak.

Itu yang aku sukai dari Bapak. Bapak selalu menganggap kerusakan yang diperbuat karena proses belajar adalah biaya sekolah. Sekolah kehidupan. Suatu saat, adikku, Arif, pernah menabrakkan mobil kami ke bagian belakang mobil box. Mobil box itu tak rusak secuil pun. Lampu depan mobil kami hancur. Arif memang baru belajar menyetir.

Arif pulang dengan menangis. Ia takut dimarahi. Bapak mengira Arif menabrak pejalan kaki. Bapak baru lega setelah tahu Arif hanya merusakkan lampu sorot mobil. Itu biaya belajar, kata Bapak.

Lalu aku tumbuh dewasa. Apotek kami tergadaikan, karena kelicikan kawan Ibuku. Aku berpisah dengan Pak Yat. Kami baru bertemu belasan tahun kemudian, saat aku merayakan pesta pernikahan, Juni 2004.

Pak Yat lebih gemuk. Ia tersenyum saat menyalamiku. Sebelum pulang, ia memberi tiga adikku, Kiki, Arif, dan Pipit, uang.

"Tidak usah repot-repot Pak Yat," kata Ibu.

"Mboten napa-napa, Bu," jawabnya.

Tahun 2005, Pak Yat datang pada pesta pernikahan Kiki. Ia kembali memberikan uang, dan kali ini hanya untuk Arif dan Pipit.

Belasan bahkan puluhan tahun berlalu. Pak Yat masih bekerja di apotek yang sama. Ia tak pernah berpindah pekerjaan. Bapak benar. Ia orang yang istikomah dan ajeg.

Lalu, Pak Yat meninggal. Ia punya dua anak, dan menjadi gantungan hidup keluarga besarnya. Aku tidak tahu bagaimana perasaan keluarga Tukiyat. Sedih? Hancur? Putus asa? Andaipun aku tahu, aku tak akan bercerita kepadamu.

Aku lebih suka bercerita bagaimana dia hidup.

Sudahkah aku bercerita kepadamu tentang Tukiyat? Ia akan selalu dikenang. Selalu. (*)

Minggu, 11 Mei 2008

KISAH PARA EYANG KITA

Kisah ini dirangkum dari bahan cerita yang dikumpulkan oleh Nyi Mumpuni Bagus Sulaemanhadi berdasarkan informasi, cerita-cerita yang dituturkan oleh eyang-eyang atau para pinisepuh kita saat beliau masih sugeng. Oleh Ki Bambang Trihariono pada Bagian III kisah ini ditambah/dimuat sebuah cuplikan cerita sejarah jaman Sultan Agung, karya Denys Lombard, yang meyebut nama Mangunarso. Judul buku tersebut adalah Nusa Jawa: Silang Budaya.
Tentu timbul pertanyaan, sejauh mana kebenaran kisah tersebut. Sementara pendam saja pertanyaan itu, lanjutkan membaca, dan nikmati kisahnya sampai selesai. (RKM)

BAGIAN I
EYANG MANGUNARSO DAN BALE GRIYO BALEREJO

Episode I

Eyang Abdullatif, ayah Eyang Mangunarso, menjabat penghulu di Magetan. Saat itu Magetan merupakan daerah mancanegara brang wetan dari Surakarta. Eyang Mangunarso tidak ikut ayahnya di Magetan melainkan ikut eyangnya, Baelawi di Giripurna, mulai kecil sampai pindah ke Balerejo.
Sebagai keturunan generasi pertama dan kedua dari kyai bin Umar, yaitu yang babad Banjarsari yang kemudian dijadikan tanah perdikan oleh Susuhunan Surakarta, maka hubungan Eyang Baelawi dan Eyang Abdullatif dengan kraton Surakarta menjadi erat. Bahkan tatkala Perjanjian Gianti mengatur perpindahan penguasaan atas Giripurna dari Surakarta ke Yogyakarta dan dijadikan perdikan oleh Sultan Hamengku Buwono II, hubungan ini masih dipelihara. Maka tatkala Susuhunan VI menghadapi problem tentang islam, dia memanggil Eyang Baelawi. Karena berhalangan maka Eyang Mangunarso ditunjuk mewakilinya. Susuhunan begitu terkesan oleh makalah Eyang Mangunarso sehingga Susuhunan berniat untuk memberi hadiah kepada Eyang Mangunarso, berupa seorang puteri raja, yaitu puteri bungsu Susuhunan V yang bernama Bening Sundari.

Episode II

Tatkala Susuhunan V wafat, garwo paminggirnya, yaitu puteri Bupati Somarata, masih sangat muda usia. Dia didesak oleh Susuhunan VI untuk segera kawin lagi. Walaupun dengan rasa jengkel, akhirnya garwo paminggir ini mau dan memilih Kyai Tapsir Anom, Penghulu Kraton sebagai suaminya[1]) Penghulu ini sudah tua, beristeri dan beranak, bahkan mungkin sudah bercucu .
Layaknya pada triman puteri dari kraton, Kyai Tapsir Anom tidak boleh menolak. Isterinya yang pertama lalu menyandang status garwo paminggir, sedangkan puteri triman tadi menyandang status isteri utama. Akan tetapi anak perempuannya hasil perkawinannya dengan Susuhunan V, layaknya seorang puteri kraton, tetap tinggal di dalam kraton. Namanya, menurut cerita eyang-eyang adalah Bening Sundari. Sedangkan menurut wartawan Djudjuk dan Juyoto dalam Harian Kedaulatan Rakyat adalah Latifah Gambir Anom. Pada Episode III Bening Sundari ini akan dikisahkan lagi.

Episode III

Alkisah Eyang Mangunarso kita. Beliau menolak diberi hadiah puteri, dengan alasan karena beliau orang desa, golongan rakyat kecil, bagaimana mungkin bisa mengku paringan puteri raja. Penolakan ini merupakan hal yang luar biasa. Pada waktu itu seseorang yang diberi puteri triman (hadiah puteri) oleh raja tidak boleh menolak.
Mengetahui bahwa (1) alasan Eyang Mangunarso tersebut hanyalah akal-akalan, (2) Eyang mangunarso adalah keturunan dari Giripurna dan putera seorang Penghulu, maka langkah Susuhunan VI adalah sebagai berikut:
- Bening Sundari dikeluarkan dari keraton untuk ikut ibunya (yang telah menjadi isteri Kyai Tapsir Anom);
- Sebagai anak kwalon (tiri), maka Bening Sundari disisipkan dalam formasi sederetan anak-anak Kyai Tapsir Anom.
Dengan demikian tidak ada alasan lagi bagi Eyang Mangunarso untuk menolak triman tersebut, dan kawinlah beliau.


Episode IV

Sebagai menantu Susuhunan yang cukup terpandang (karena kepribadian dan kearifannya) maka Eyang Mangunarso mendapat pangkat, rumah, dan lungguh (jabatan) di Solo. Namun semua ini ditolak dan beliau memutuskan untuk memilih tinggal di Balerejo. Untuk melunakkan penolakannya Eyang Mangunarso lalu mengatakan: "semoga pangkat dan lungguh itu kelak bisa disandang oleh cucu-cucunya" .
Sikap menolak ini dipegang secara konsekuen oleh Eyang Mangunarso. Tatkala beliau membangun Bale Griyo Balerejo, Kraton Surakarta mengirim:
- tukang-tukang;
- 8 saka guru;
- busana raja;
- pusaka raja.
Busana dan pusaka dikembalikan. Sedangkan 8 saka guru karena sudah terlanjur sampai dan terlalu berat untuk dikembalikan, diteruskan ke Madiun yang konon adalah yang saat ini berjajar di pendopo Kabupaten Madiun. Yang diterima adalah tukang-tukangnya saja.

Tentang Bale Griyo Balerejo.
Pasangan pengantin Mangunarso ketika ditengok utusan dari Kraton Surakarta ketahuan bahwa Eyang Putri Bening Sundari untuk keperluan sehari-hari mencari air ke belik dan juga ke kali, jauh berbeda dengan kehidupannya ketika di Kraton, maka Susuhunan VI memanggil Eyang Mangunarso untuk pulang ke Solo saja, karena di Solo beliau punya rumah dan kedudukan. Panggilan itu tidak dipenuhi, namun beliau berjanji akan membuatkan isterinya sebuah kadipaten, dan dibangunlah Bale Griyo Balerejo.

BAGIAN II
EYANG BAELAWI DAN PRAWIRODIRJO III

Episode I

Eyang Baelawi, putra ke tiga Kyai Bin Umar, Perdikan Banjarsari, meninggalkan Banjarsari untuk menetap di Giripurno, tidak diketahui motivasinya. Mungkin biasa, anak laki-laki dewasa meninggalkan orang tuanya untuk mencari pengalaman dan mandiri. Atau ada pertimbangan spiritual, misalnya kismo-edi (good earth), begitulah kira-kira dalam terminologi moderen.
Sesuai dengan iklim rokhani waktu itu, Eyang Baelawi di Giripurno mendirikan pondok pesantren. Rupa-rupanya beliau orang yang arif dan bijaksana yang didatangi orang karena kearifannya. Salah seorang yang meguru (berguru) kepada beliau adalah kanjeng Ratu Maduretno, putri Hamengku Buwono II, yang adalah juga isteri Ronggo Prawirodijo III. Tidak menutup kemungkinan yang terakhir ini adalah murid beliau juga.
Setelah Maduretno memutuskan hubungan dengan ayahnya, Hamengku Buwono II, maka beliau memilih dimakamkan di Gunung Bancak, Giripurno.

Episode II

Prawirodirjo III adalah Wedono Bupati Brang Wetan daripada Yogyakarta. Beliau adalah senopati perang Hamengku Buwono II, buyut dari Kyai Ageng Drepoyudo, yaitu senopati Hamengku Buwono I tatkala yang terakhir ini memisahkan diri dari Surakarta. Beliau adalah cucu dari Prawirodirjo I, yang mengamankan daerah-daerah baru dari Yogyakarta untuk Hamengku Buwono I. Setiap kali berhasil menundukkan suatu daerah, beliau selalu diangkat menjadi Bupati di daerah tersebut hingga pada akhirnya beliau diangkat menjadi Wedono Bupati Madiun, membawahkan bupati-bupati lainnya. Prawirodirjo II dan Prawirodirjo III mewaris jabatan Prawirodirjo I. Tidak diperoleh cerita tentang Prawirodirjo II, kecuali bahwa cucu perempuannya kawin dengan Kyai Perdikan Banjarsari Wetan I, dan buyutnya adalah Eyang Putri Mangunprawiro, ibu mbah Mangundiharjo.

Prawiridirjo III adalah tokoh yang militan. Beliau adalah sangat anti Belanda. Dalam hal ini beliau cocok dengan Hamengku Buwono II yang juga anti Belanda. Namun Surakarta saat itu bekerjasama dengan Belanda. Setelah perjanjian Gianti daerah timur Surakarta "pating dlemok", ada yang masuk Surakarta ada yang masuk Yogyakarta.
Dalam daerah-daerah Belanda ini policy Prawirodirjo III ini adalah gerilya dan bumi hangus. Beliau mempunyai pengikut yang bisa digerakkan untuk mengacaukan keadaan di daerah Kasunanan ketika beliau melintas dari Yogya ke Madiun, misalnya dengan menggerakkan para "blandong", yaitu penebang kayu di hutan yang dikuasai Belanda, untuk melakukan tebang liar.

Karena kemampuannya di bidang politik, Hamengku Buwono II sering membutuhkan kehadiran Prawirodirjo III di Yogyakarta. Mungkin karena perannya yang cukup menonjol itulah maka beliau masuk ke dalam cakupan fitnah Danurejo yang pro Belanda. Ketika Belanda menghendaki Prawirodirjo III hidup atau mati, maka Danurejo menyusun siasat untuk menangkapnya. Prawirodirjo memang tertangkap di daerah Kartosuro, dan kemudian dihukum mati oleh Hamengku Buwono II, jadi oleh mertuanya sendiri, dan dikebumikan di Imogiri. Itulah sebabnya Maduretno, isterinya, tidak mau kembali ke Yogya dan mengembalikan busana raja kepada ayahnya. Ini berarti beliau memutuskan hubungannya dengan kraton dan kemudian memilih dimakamkan di Gunung Bancak seperti yang telah diceritakan sekilas di depan (pada tahun 1959 keturunan beliau memindahkan makamnya ke samping makam isterinya, Maduretno, di gunung Bancak).

Dengan kejadian ini Hamengku Buwono merasa terpukul dan mencari tahu latar belakangnya. Akhirnya terungkaplah pengkhianatan Danurejo, bahwa:

q Ada persekongkolan dengan Belanda;
q Danurejolah yang memerintahkan penangkapan Prawirodirjo III hidup atau mati guna memenuhi permintaan Belanda;
q Danurejo telah mencuri stempel Kraton Yogyakarta untuk mengeluarkan perintah penangkapan.

Oleh sebab itu maka Danurejo dihukum penggal di Kraton, yang kemudian dikenal sebagai "patih sedo kedaton".
Prawirodirjo III sendiri adalah cucu Hamengku Buwono I. Kecuali Maduretno (garwo padmi) beliau masih mempunyai isteri lain (garwo paminggir). Mbah Putri Sukimatun Mangundiharjo adalah keturunan kelima dari pasangan Prawiridirjo III dengan Maduretno ini. Sedangkan Alibasah Sentot Prawirodirjo adalah putra dari Prawirodirjo III dengan garwo paminggir tersebut.
Karena di gunung Bancak, Giripurno terdapat makam anak seorang raja maka Giripurno dijadikan Perdikan. Eyang Baelawi kemudian ditunjuk menjadi pengelola daerah Perdikan itu.


Episode III

Kelak kemudian, pengganti Eyang Baelawi selaku pengelola Perdikan Giripurno adalah putera laki-laki tertua, yang bernama Kyai Imam Hidayat, kakak Eyang Abdul Latip, jadi pakdenya Eyang Mangunarso. Cerita selanjutnya tidak begitu jelas, tetapi pimpinan atas tanah perdikan tersebut telah beralih tangan ke keturunan Alibasah Sentot Prawirodirjo. Alih pimpinan tersebut sempat menimbulkan kekacauan sampai terjadi pembakaran pondok. Para santrinya melarikan diri ke Balerejo minta perlindungan Eyang Mangunarso.
Selanjutnya pimpinan Perdikan Giripurno dipegang oleh menantu Alibasah Sentot Prawirodirjo, yaitu Ki Danuprawiro. Selanjutnya setalah beliau meninggal pimpinan dipegang oleh menantu kedua, yaitu Ki Sumoprawiro, dan di kelak kemudian hari setelah beliau meninggal pimpinan diteruskan oleh isterinya, yaitu Nyi Sumoprawiro.

Menampung santri-santri Giripurno, sesuai dengan pola "Langgar-Bale Grio Balerejo itu untuk anak cucu belajar mengaji" maka Eyang mangunarso membuatkan pondok bagi mereka yang letaknya di sebelah selatan tanah yang beliau berikan kepada putrinya, Sri Banun, yang diperistri Ki Kasan Tapsir, sepupunya . Menurut cerita embah-embah kita, Eyang Mangunarso tidak pernah punya pondok, dan tidak memberi pelajaran sendiri. Beliau minta tenaga dari Banjarsari dan dikirimlah seorang tenaga yang andal, yaitu Haji Imam Gazali, menantu ki Tapsir Anom I, Kyai Pertama Perdikan Banjarsari Wetan, berasal dari Tuyuhan, Rembang. Beliau, lewat isterinya adalah misanan dari Eyang Mangunarso. Orang lain yang diminta mengajar oleh Eyang Mangunarso adalah Ki Imam Duryat. Beliau berasal dari Bagelen, Kedu, datang ke Balerejo semula untuk meguru pada Eyang Mangunarso, tapi kemudian menetap di Balerejo. Tidak lama setelah Eyang Mangunarso wafat, Ki Imam Duryat inipun wafat juga.

Eyang Gazali, yang sementara itu besanan dengan Eyang Mangunarso, dengan mengawinkan Eyang Mangunprawiro dengan putri Eyang Gazali, tak lama setelah itu beliau meninggalkan Balerejo karena diangkat menjadi Penghulu Landraad di Madiun. Maka setelah periode Imam Gazali dan Imam Duryat, pondokpun secara pelan-pelan menyusut kegiatannya dan kemudian bubar. Sangat nalar bila sebelum bubar kegitan pondok tersebut diteruskan oleh Ki Kasan Tapsir, menantu Eyang Mangunarso, bersama Ki Aulawi, saudara laki-lakinya. Ucapan/panggilan "santrine Kyai Kasan Tapsir" menunjuk ke arah itu.
Dengan gambaran cerita seperti itu maka menjadi jelas bahwa pondok tersebut secara fisik-langsung tidak pernah melibatkan Bale Griyo Balerejo dan Langgarnya.

Ada pendapat bahwa salah satu guru ngaji di pondok tersebut adalah Ki Abu Kasan Asngari, yang menurut cerita beliau adalah juga Penghulu Landraad Madiun, juga sepupu dan besan Eyang Mangunarso, ayah Ki Kasan Tapsir. Ki Abu Kasan Asngari memang akrab dengan Balerejo, akan tetapi tidak pernah berdomisili di situ, melainkan hanya sambang anak saja. Setelah wafat beliau dimakamkan di Balerejo karena memang ya familie yang dekat sekali.
Tentang mesjid yang ada di depan Pesarean (makam) itu tidak ada keraguan bawa yang membangun adalah Eyang Mangunarso. Kini mesjid tersebut menjadi milik desa.

Episode IV

Sesuai dengan pola lama, maka Eyang Mangunarso mengundurkan diri dari Bale Griyo Balerejo (seleh keprabon). Urusan Balerejo dipasrahkan pada Eyang Mangunprawiro. Beliau sendiri keluar dari Bale Griyo Balerejo, dan membangun rumah ukuran normal disebelah utara Pesarean, yang sekarang menjadi sawah. Jadi lokasi tersebut merupakan kompleks rumah Eyang Mangunarso yang baru, bukan kompleks pondok. Batas utaranya adalah sungai. Yang ikut menumpang di "rumah lor Pesarean" tersebut adalah Ki Imam Duryat. Terakhir beliau menempati langgarnya. Pembangunan Dalem Wetan oleh Eyang Mangundiharjo adalah juga merupakan persiapan beliau lengser dari Bale Griyo Balerejo, seperti yang dilakukan oleh Eyang Mangunarso ketika pindah ke "rumah lor Pesarean" tersebut.

Dilihat dari sudut spiritual, kegiatan Eyang Mangunarso di situ antara lain memproyeksikan doa bagi anak cucu untuk ditinggalkan di Pesarean. Adanya kebiasaan para keturunan (putro wayah) selalu berziarah ke kubur mendoakan yang mati, maka Eyang Mangunarso ganti mendoakan yang berziarah ke kubur. Isi doa antara lain: "keturunannya mengku negoro". Doa yang melingkupi cipta kehendak/cita- cita terungkap dalam sebuah sarasehan yang diadakan di Bale Griyo Balerejo. Hadir kecuali Eyang Mangunarso sebagai tuan rumah adalah:

q Kyai Kedondong;
q Kyai Klorogan;
q Kyai Serutsewu;
q Eyang Reksoniti (Solo), adik Eyang Mangunarso.

Konsep negara yang dianut Eyang Mangunarso adalah Konsep Jawa, yaitu yang memerintah adalah pemerintah bersama rakyat merupakan satu kesatuan. Konsep ini beliau pegang ketika beliau menolak usulan Pemerintah Belanda untuk mendidik putra sulungnya, dengan mengatakan:

"ambillah anak saya Mangunatmojo untuk dididik menjadi pegawai pemerintah, akan tetapi anak saya yang ini, maksudnya Mangunprawiro, biar berada di pihak rakyat"

Mungkin karena proyeksi doa ini dua kali Bung Karno menimba kekuatan:
1. Tatkala akan diadili Belanda dan kemudian masuk Sukamiskin. Beliau retraite di Bale Griyo Balerejo dan Pesarean;
2. Pada tahun 1966.

Dalam sarasehan tersebut di atas yang dibicarakan dan dirumuskan adalah bagaimana bila mereka ini sudah pada meninggal.

Kyai Kedondong:
- tidak mempunyai kudangan (idaman) bagi anak keturunannya, terserah mereka sendiri;
- akan tetapi bagi anaknya yang ingin jadi priyayi tidak akan mendapat restu.

Kyai Klorogan:
- anak putu kabeh mengku pondok.

Kyai Serutsewu:
- cilik-cilik mengku langgar.

Eyang Reksoniti:
Beliau tinggal di Solo (sebagai Kliwon) karena tidak mempunyai babadan di Balerejo, oleh sebab itu keturunannya kelak supaya menjadi punggawa kraton.

Eyang Mangunarso: anak putuku dak kudang bisoa mengku negoro;
Agama: Islam. Islam yang jalankan oleh Eyang Mangunarso adalah Islam yang vergeestelijkt dan verenerlijkt, dihayati dan tidak hanya dilaksanakan tata tahirnya saja. Hal tersebut juga diucapkan oleh Eyang Mangunarso: "dadio santri ning aja semantri santri".



BAGIAN III
CATATAN SEJARAH DALAM BUKU
NUSA JAWA: SILANG BUDAYA
OLEH
DENYS LOMBARD [2])


Alkisah, pada tahun 1635, ketika itu daerah Giri dikepung oleh balatentara Sultan Agung di bawah pimpinan Pangeran Pekik. Sunan Prapen yang memerintah daerah Giri terpaksa menyerah dan ditawan oleh tentara Sultan Agung, kemudian dibawa ke Mataram. Sementara ketiga anaknya, dua laki-laki yaitu Jayengresmi dan Jayengsari, dan seorang putri yaitu Rancangkapti, berhasil meloloskan diri. Keturunan wangsa Giri yang yang tersohor yang merupakan pewaris-pewaris terakhir dari kerajaan pesisir itu terus dikejar-kejar oleh wakil kekuasaan pusat, agen-agen rahasia Sultan Agung. Mereka harus mencari perlindungan di luar kerajaan.

Kisah Perjalanan Jayengresmi.
Diiringi kedua abdinya (punokawan) yaitu Gatak dan Gatuk, ia mengunjungi situs-situs kerajaan kuno di Jawa, mulai dari reruntuhan kerajaan Mojopahit, Candi Penataran, Tuban, Gunung Kendeng sampai situs lama Medang Kamulan dan mendatangi sumber air asin di Kuwu, Sela, Gunung Merapi, Demak, Gunung Muria, Pekalongan, Gunung Slamet, tempat Syekh Sekardalima mengajarkan makrifat dan berbagai suluk kepadanya.
Selanjutnya ia meneruskan perjalanan ke barat, yaitu Gunung Ceremai, Tampomas, sampai ke daerah Bogor untuk mengunjungi reruntukan bekas Kraton Pejajaran dan membangun pertapaan di Gunung Salak. Cerita selanjutnya, beliau mengakiri pengembaraannya di Gunung Telamaya, di utara Gunung Merbabu.

Kisah Perjalanan Jayengsari dan Rancangkapti.
Diiringi seorang abdi bernama Buras, mereka melarikan diri ke timur. Rombongan kecil itu berhenti di Pasuruan, lalu mengunjungi candi-candi Singhasari, Sanggariti, Tumpang dan Kidal, dan kemudian ke arah dataran tinggi Tengger. Di sana mereka bertemu dengan Resi Satmaka yang mengajari mereka suatu sinkretisme dari Budhisme dan Hinduisme. Perjalanan diteruskan ke Klakah dan Lumajang dan mendaki Gunung Argopura tempat Syekh Wahdat mengajarkan dua puluh sifat Tuhan kepada mereka. Perjalanan mereka teruskan ke Gunung Raung dan sampai ke daerah Banyuwangi dan mengunjungi sisa -sisa istana Menak Jingga.
Di sana mereka berkenalan dengan seorang nahkoda kapal dagang, Ki Hartati yang menjadi pelindung mereka dan membawanya berlayar sampai ke Pekalongan. Rombongan kecil ini kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke dataran tinggi Dieng. Dari sana mereka menuju ke barat daya dan akhirnya tiba di Sokayasa di kaki Gunung Bisma dan disambut dengan tangan terbuka oleh Akadiat yang saleh dan istrinya. Karena anak Akadiat sedang melakukan perjalanan lama, maka dengan senang hati Akadiat mengangkat Jayengsari dan adik perempuannya sebagai anaknya.

Singkat cerita.
Anak Akadiat, bernama Cabolang, yang sedang mengembara bersama empat orang kawannya, akhirnya pulang ke Sokayasa. Disini Cabolang bertemu dengan Jayengsari dan dengan senang hati mengangkatnya sebagai saudara, sedang Rancangkapti menjadi isterinya.
Karena ada berita akan datangnya mata-mata dari Sultan Agung, mereka kembali melarikan diri sampai ke Gunung Lima, dan oleh Syekh Hercaranu, seorang pembangkang terhadap rezim Sultan Agung, mereka disarankan untuk ganti nama. Jayengsari menjadi MANGUNARSO, dan abdinya Buras menjadi Montel, sedang Cabolang menjadi Anggungrimang.
Bagaimana dengan Jayengresmi. Untuk keselamatannya ia juga mengganti nama menjadi Syekh Amongrogo, sedangkan kedua abdinya Gatak dan Gatuk menjadi Jamal dan Jamil. Singkat cerita, Syekh Amongrogo sudah merintis kesepakatan dengan Sultan Agung untuk menggabungkan Wangsa Giri dengan Wangsa Mataram. Disetujui dengan suatu proses mistik, Amongrogo nanti akan menitis pada anak Sultan Agung yang akan menjadi Amangkurat I, sedang istrinya Tambangraras yang sudah ganti nama menjadi Selabrangti menitis sebagai anaknya Pangeran Pekik (perempuan) yang di kemudian hari dinikahkan dengan Amangkurat I, yang akan menurunkan Amangkurat II.

Cerita di atas adalah sebagian dari kisah perjalanan wangsa Giri akibat dikejar-kejar tentara Sultan Agung. Sambil melarikan diri mereka menimba kawruh (ilmu) untuk sampai pada kesempurnaan hidup.
Cuplikan cerita di atas disarikan dari Bagian Ketiga buku Nusa Jawa: Silang Budaya, yang ceritanya menyangkut seorang yang bernama Mangunarso.

[1] Konon ceritanya, garwo paminngir ini karena didesak terus akhirnya menjawab dengan jengkel bahwa ia mau kawin dengan pemilik suara itu. Waktu itu sedang ada orang mengaji. Tatkala ditelusuri, ternyata pemilik suara itu adalah Kyai Tapsir Anom, Penghulu Kraton yang tua itu.

[2] Profesor Denys Lombard adalah pengajar bidang sejarah Asia Tenggara di Paris. Telah tigapuluh tahun beliau meneliti sejarah kebudayaan Indonesia. Salah satu karyanya adalah buku Nusa Jawa: Silang Budaya, yang diterbitkan oleh PT.Gramedia Pusaka Utama.

Kamis, 01 Mei 2008

Celotehan Rara...

Raisya Dyah Paramesti Putri 1 Pasangan dr. Dwi Rizki Wulandari binti Wirawan dengan Ir. Rifki Arif bin Habiburahman. Usia 2 tahun pada 24 Maret 2008.

Rabu, 30 April 2008

Napoleon Bonaparte

Artikel Kiriman Adinda Cahyo

Pak Puh... saya lagi nemu artikel yang cukup unik dan
ini hanya sekedar berbagi lhoo...semoga bermanfaat
bagi kita...

Islamnya Napoleon Bonaparte
Siapa yang tidak mengenal Napoleon Bonaparte, seorang
Jendral dan Kaisar Prancis yang tenar kelahiran
Ajaccio, Corsica 1769. Namanya terdapat dalam urutan
ke-34 dari Seratus Tokoh yang paling berpengaruh dalam
sejarah yang ditulis oleh Michael H. Hart.

Sebagai seorang yang berkuasa dan berdaulat penuh
terhadap negara Prancis sejak Agustus 1793, seharusnya
ia merasa puas dengan segala apa yang telah
diperolehnya itu.

Tapi rupanya kemegahan dunia belum bisa memuaskan
batinnya, agama yang dianutnya waktu itu ternyata
tidak bisa membuat Napoleon Bonaparte merasa tenang
dan damai.

Akhirnya pada tanggal 02 Juli 1798, 23 tahun sebelum
kematiannya ditahun 1821, Napoleon Bonaparte
menyatakan ke-Islamannya dihadapan dunia
Internasional.

Apa yang membuat Napoleon ini lebih memilih Islam
daripada agama lamanya, Kristen ?

Berikut penuturannya sendiri yang pernah dimuat
dimajalah Genuine Islam, edisi Oktober 1936 terbitan
Singapura.

"I read the Bible; Moses was an able man, the Jews are
villains, cowardly and cruel. Is there anything more
horrible than the story of Lot and his daughters ?"

"The science which proves to us that the earth is not
the centre of the celestial movements has struck a
great blow at religion. Joshua stops the sun ! One
shall see the stars falling into the sea... I say that
of all the suns and planets,..."

"Saya membaca Bible; Musa adalah orang yang cakap,
sedang orang Yahudi adalah bangsat, pengecut dan
jahat. Adakah sesuatu yang lebih dahsyat daripada
kisah Lut beserta kedua puterinya ?" (Lihat Kejadian
19:30-38)

"Sains telah menunjukkan bukti kepada kita, bahwa bumi
bukanlah pusat tata surya, dan ini merupakan pukulan
hebat terhadap agama Kristen. Yosua menghentikan
matahari (Yosua 10: 12-13). Orang akan melihat
bintang-bintang berjatuhan kedalam laut.... saya
katakan, semua matahari dan planet-planet ...."

Selanjutnya Napoleon Bonaparte berkata :
"Religions are always based on miracles, on such
things than nobody listens to like Trinity. Yesus
called himself the son of God and he was a descendant
of David. I prefer the religion of Muhammad. It has
less ridiculous things than ours; the turks also call
us idolaters."


"Agama-agama itu selalu didasarkan pada hal-hal yang
ajaib, seperti halnya Trinitas yang sulit dipahami.
Yesus memanggil dirinya sebagai anak Tuhan, padahal ia
keturunan Daud. Saya lebih meyakini agama yang dibawa
oleh Muhammad. Islam terhindar jauh dari
kelucuan-kelucuan ritual seperti yang terdapat didalam
agama kita (Kristen); Bangsa Turki juga menyebut kita
sebagai orang-orang penyembah berhala dan dewa."

Selanjutnya :
"Surely, I have told you on different occations and I
have intimated to you by various discourses that I am
a Unitarian Musselman and I glorify the prophet
Muhammad and that I love the Musselmans."


"Dengan penuh kepastian saya telah mengatakan kepada
anda semua pada kesempatan yang berbeda, dan saya
harus memperjelas lagi kepada anda disetiap ceramah,
bahwa saya adalah seorang Muslim, dan saya memuliakan
nabi Muhammad serta mencintai orang-orang Islam."

Akhirnya ia berkata :
"In the name of God the Merciful, the Compassionate.
There is no god but God, He has no son and He reigns
without a partner."


"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Tiada Tuhan selain Allah. Ia tidak beranak
dan Ia mengatur segala makhlukNya tanpa pendamping."

Napoleon Bonaparte mengagumi AlQuran setelah
membandingkan dengan kitab sucinya, Alkitab (Injil).
Akhirnya ia menemukan keunggulan-keunggul an Al-Quran
daripada Alkitab (Injil), juga semua cerita yang
melatar belakanginya.


Referensi :
1. Memoirs of Napoleon Bonaparte by Louis Antoine
Fauvelet de Bourrienne edited by R.W. Phipps. Vol. 1
(New York: Charles Scribner's Sons, 1889) p. 168-169.
http://chnm/. gmu.edu/revoluti on/d/612/
2. 'Napoleon And Islam' by C. Cherfils. ISBN:
967-61-0898- 7
http://www.shef/. ac.uk/~ics/ whatis/articles/
napoleon. htm
3. Satanic Voices - Ancient and Modern by David M.
Pidcock, (1992 ISBN: 1-81012-03-1) , it states on page
61, that the then official French Newspaper, Le
Moniteur, carried the accounts of his conversion to
Islam, in 1798 C.E




Selasa, 29 April 2008

Kepedulian Pendidik

Refungsionalisasi Kepala Sekolah
Kiriman : Eko Drajat Nugroho
( nugrohoed@gmail.com )

Oleh: MUCHLASIN SAg


Ada kesan yang mengemuka bahwa Kepala Sekolah merupakan top leader di suatu sekolah yang dipimpinnya. Artinya, tupoksi (tugas pokok dan fungsi) kepala sekolah hanya sebatas MASLIM (Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator). Fungsi educator (pengajar dan pendidik) yang seharusnya melekat dalam jabatannya sering terabaikan. Banyak pula kepala sekolah yang sama sekali tidak pernah melakukan fungsi pengajaran di dalam kelas. Alasan utamanya, mereka terlalu sibuk karena posisinya sebagai kepala sekolah.

Sejatinya kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai pemimpin di sekolah. Hal ini sesuai isi SK Pengakatan Jabatan Kepala Sekolah yang diterimanya. Kepala sekolah bukan jabatan struktural, tetapi jabatan fungsional yang memang diperoleh karena sudah memenuhi persyaratan untuk menduduki posisi tersebut.


Bukan Hitam Putih

Setiap kali seorang kepala sekolah mengajukan PAK (penetapan angka kredit ) bagi jabatan guru, dia selalu mencantumkan rincian angka kredit untuk mendapatkan penilaian. Angka-angka kredit tersebut antara lain diperoleh melalui PBM (proses belajar mengajar) yang meliputi beberapa kegiatan. Yakni menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, melaksanakan evaluasi belajar, melaksanakan analisis hasil evaluasi belajar, menyusun dan melaksanakan program perbaikan serta pengayaan.

Demikian pula ketika kepala sekolah mengajukan dokumen portofolio untuk memperoleh sertifikat dalam sertifikasi guru. Dia harus menyusun potofolio, yang salah satu komponennya adalah membuat RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) dan pelaksanaan pembelajaran. Selanjutnmya, pengawas selaku atasan langsung kepala sekolah menilai pelaksanaan pembelajaran melalui supervisi langsung di dalam kelas.

Pengawasan itu dilakukan dengan cara mengamati dan menilai langsung indikator atau aspek prapembelajaran, kegiatan inti pembelajaran, penguasaan materi pelajaran, pendekatan atau strategi pembelajaran, pemanfaatan sumber belajar atau media pembelajaran, pembelajaran yang memicu dan memelihara ketertiban ssiswa, penilaian proses dan hasil belajar, penggunaan bahasa, dan teknik menutup kegiatan pembelajaran.

Nah, dari seluruh proses itu, memfungsikan kepala sekolah sebagai guru yang benar-benar terampil di depan kelas merupakan keniscayaan. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dan berinteraksi langsung dengan siswa di kelas adalah konsekuensi logis dari jabatan fungsional kepala sekolah yang disandangnya. Hal itu sekaligus menjadi bagian dari profesionalitas kepala sekolah.

Sebagaimana guru yang disyaratkan mengajar minimal 24 jam pelajaran perminggu, kepala sekolah pun disyaratkan mengajar di depan kelas "hanya" 6 jam pelajaran perminggu. Enaknya, kepala sekolah bisa memilih mata pelajaran yang dianggap relatif ringan, terutama mata pelajaran non ujian nasional. Persyaratan tersebut tentu bukan sekadar hitam di atas putih untuk mendapatkan legalisasi dalam pengajuan PAK atau sertifikasi guru, tetapi harus benar-benar dilaksanakan di dalam kelas sebagai guru dalam arti yang sebenarnya.


Sumber Motivasi

Penampilan kepala sekolah di dalam kelas diharapkan menjadi sumber motivasi belajar bagi para siswa. Kepala sekolah bisa memantau secara langsung perkembangan siswa dalam proses belajar mengajar hanya ketika dia terlibat langsung di dalam kelas.

Penampilan kepala sekolah mengajar di depan kelas juga menjadi sumber motivasi bagi para guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik. Sebab, para guru akan merasa seprofesi dengan kepala sekolahnya.

Dalam kasus pembelajaran di tingkat sekolah dasar (SD), keterlibatan kepala sekolah di kelas akan sangat membantu para guru. Sebab, rata-rata beban mengajar mereka dalam seminggu sekitar 30 jam pelajaran. Tak jarang mereka di sebut sebagai guru kelas atau guru borongan.

Ya, guru SD memang mengajar banyak mata pelajaran. Hebatnya, hingga saat ini, mereka belum pernah merasakan tunjangan kelebihan jam mengajar. Sebab, memang tak ada tunjangan kelebihan jam mengajar untuk guru SD. Namun, bagi guru SLTP atau SLTA, kehilangan 6 jam pelajaran berdampak pada berkurangnya tunjangan kelebihan jam mengajar,

Meski kepala sekolah juga berfungsi sebagai supervisor, pada kenyataannya banyak yang tidak melakukan supervisi secara berkala di dalam kelas. Biasanya, mereka beralasan sibuk, atau supervisi hanya dilakukan terhadap guru-guru yang akan mengajukan PAK atau sertifikasi guru. Itu pun dilakukan di depan meja tanpa terjun langsung ke dalam kelas. Praktis kepala sekolah tidak mengetahui secara persis perkembangan belajar siswa dan teknik guru dalam mengelola kelas dan administrasi pengajaran.

Di jenjang SD, apalagi SD yang kekurangan tenaga guru, kepala sekolah sudah terbiasa merangkap sebagai guru dan melakukan fungsi pengajaran di dalam kelas. Bahkan, ada kepala SD yang merangkap fungsi penjaga sekolah.

Tentu berbeda dengan di jenjang SLTP dan SLTA. Kepala Sekolah yang benar-benar tampil sebagai guru di depan kelas sangat jarang. Apapun alasannya, kepala sekolah harus memfungsikan diri sebagai guru yang profesional. Dengan keprofesionalitasnm ya itu, kepala sekolah bisa menikmati kenaikan gaji sebesar satu kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat lainnya lewat sertifikasi guru.

Dalam dokumen portofolio, ada sebuah pernyataan yang perlu dicerna dalam sanubari. Pernyataan dalam penutup dokumen itu harus ditandatangani oleh peserta sertifikasi, yaitu guru atau kepala sekolah.

Pernyataan selengkapnya berbunyi, "Dengan ini saya menyatakan bahwa pernyataan dan dokumen di dalam portofolio ini benar-benar hasil karya sendiri dan jika dikemudian hari ternyata pernyataan dan dokumen saya tidak benar, saya bersedia menerima sanksi dan dampak hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Pernyataan itu mengandung konsekuensi moral. Bagaimana jadinya jika pernyataan peserta sertifikasi itu tidak sesuai dengan kenyataan? Padahal, pada kenyataannya dia tetap tidak terkena sanksi atau dampak hukum. Tentu masih ada sanksi atau dampak hukum yang akan diterima dari Yang Maha Adil.(*)

MUCHLASIN SAg
Kepala SDN Banjarsari Wetan 01, Dagangan, Madiun

Senin, 28 April 2008

Pernikahan Spesial Milik Tiga Kakak Beradik


Sesaat setelah akad Nikah
Dari kiri kek kanan : Tomy Hermanto & Ani, ARIF BUDI KURNIAWAN @ DEWI, Eka Triyadi @ Yana.


Percaya Mitos, Keluarga Mempelai Pria Sempat Tak Setuju.

Diambil dari: Koran RADAR CIREBON
Oleh : M RONNA ANGGIE

Jejak Pernikahan ibu negara Kristiani Bambang Yudhoyono yang unik, karena menikah bebarengan dengan kakak dan adiknya pada 30 Juli 1976, kini terulang di Cirebon. Tiga kakak beradik, putri pasangan HR Panarto Sugito ( *.Anggota IKBM Jakarta ) dan Hj. Suminah, disandingkan secara bersamaan di kediaman mereka di Sumber, Kabupaten Cirebon.

Prasetya Dwi Tresnani SE (27), Dewi Handayani SE (26), dan Triyana Rakhmadona AMd(24) melangsungkan resepsi pernikahan bersama pada Minggu (6/4) di kediaman mereka jalan Anggrek Raya, Griya Sumber Indah, Sumber, Kabupaten Cirebon.

Menurut Ani, panggilan akrab si sulung, selain cita-cita ayahnya, pernikahan bersama ini memang diawali serangkaian kisah.

Ibunda mereka menjelaskan kepada Radar, sebenarnya Yana panggilan Triyana, sudah mau menikah sejak 2006 dan Ani berencana menikah pada Desember 2007. " Karena saya tak ingin Yana mendahului kakak-kakaknya, jadi ditunda dulu. Nah, yang April ini memang rencananya Dewi. Akhirnya, ketimbang kerabat dan kenalan bosan jika dalam waktu berdekatan kami adakan acara pernikahan putri kami, ya sudah dibarengkan saja " ungkapnya.

Ani menyebutkan, awalnya keluarga calon suaminya tidak setuju dengan rencana pernikahan bareng tersebut. Sebab pihak keluarga lelaki percaya mitos, bila pernikahan bersama akan menyebabkan salahsatu pasangan mengalami kegagalan di tengah jalan. Sementara pihak keluarga lelaki dari Dewi dan Yana sepakat saja.


Suminah kemudian menerangkan kepercayaan semacam itu tidak dijelaskan dalam hadist Rasululloh sebagai sumber ketentuan hukum Islam disamping Al Qur'an " Akhirnya keluarga cowoknya Ani mau menerima juga.Karena memang dari keluarga kami sudah pernah melakukan pernikahan bersama dua orang, yakni pamannya Ani. Dan alhamdulillah sampai sekarang pernikahan itu baik-baik saja", terangnya.

Disinggung soal biaya pernikahan langsung ketiga putrinya apakah memberatkan atau tidak, Suminah menuturkan bahwa sebagai orang tua dirinya memang telah menyiapkan biaya tersebut, sehingga tidak menjadi beban lagi."Secara teknis pesta yang digelar juga standar saja, tidak ada yang spesial. Saya berharap anak-anak bisa membina keluarga yang sakinah, mawaddah, warrohmah. Sedih juga mau langsung ditinggal tiga orang putri," tandas ibu berkerudung itu.

Menarik lagi, Yana memiliki saudara kembar bernama Yani Rakhmadani (24) yang juga sebenarnya sudah memiliki kekasih dan siap saja seandainya melangsungkan pernikahan. Tapi, Suminah menginginkan tiga putrinya saja dulu yang menikah. "Cowoknya Yani juga sudah siap untuk menikah. Namun, sudahlah tiga saja dulu, sepi nanti rumah ini kalau keempat putri saya dibawa pergi suaminya," selorohnya.

Kepada Radar di resepsi pernikahan, Yani menyebutkan sedih dan merasa kehilangan sebab kembarannnya menikah lebih dulu. "Ya, namanya juga kembar. Kita kan apa-apa dan ke mana-mana selalu bersama, sekarang aku merasa kesepian," katanya.

Dikatakan, bersama kekasihnya yang kini bekerja di Subang akan berencana menikah 2009 nanti. "Saat ini nikah langsung berempat juga bisa, cuma dari keluarga cowokku ingin nanti saja. Mereka takut kalau nikah bareng nantinya ada imbas mitos yang tidak baik," tambahnya.

Dewi mengaku hubungan pacaran ia dan cowoknya, juga kakak dan adik-adiknya bisa dibilang kompak. "Sejak masa kuliah di Bandung dulu, kami berdelapan sering jalan bersama. Kami semua sudah saling kenal dekat tiap cowok saudara-saudara kami," ucap karyawati perusahaan asuransi itu.

Menggunakan pesta pernikahan adat Jawa-Sunda, pasangan pengantin dan orang tua masing-masing berderet berada diatas panggung sepanjang sepuluh 10 meter. Setelah memiliki suami, Dewi dan Yana akan tinggal di Jakarta, sementara Ani tetap di Cirebon. Suami Ani dan Yana asli Cirebon, sedangkan suami Dewi dari Madiun. (*)




Keluarga Ahmad Budi Handaru

Kunjungan Menjelang Pernikahan Arif Budi Kurniawan

Bulan Maret 2008 kakanda Ahmad Budi Handaru datang kerumah kami dan ke "seluruh" keluarga di Jawa Timur. Mohon doa restu pada ibunda Ny Poernomo di Banjarsari, berkaitan dengan niat beliau untuk punya hajat menikahkan ananda Arif Budi Kurniawan.

Ingat akan janji kami kepada almarhumah mBak Nuk Rohyati Handaru, kalau kanda / yunda punya hajat kami akan hadir.
Memenuhi undangan Mas Hang tanggal 4 April 2008 kami berangkat ke Cirebon. Menumpang KA Bima jam 17.00 kami berangkat meninggalkan Surabaya.
Jam 3.30 ( 5 April 08 ) kami turun di stasiun Cirebon. Dari jauh saya melihat perempuan yang berlari-lari dengan girangnya. Ternyata adinda Ahmad Budi Juniarso bersama istri telah datang 1 jam lebih awal, menumpang KA Bangunkarta. Dua perempuan itu berangkulan dengan riangnya, karena tidak menyangka bisa ketemu di sini.

Berempat kami duduk menunggu jemputan. Adinda Jun menelpon Suwarno "Putro" asuh kanda Ahmad Budi Djatmiko yang telah mukim di Cirebon ,sebagai petugas penjemput tamu keluarga. Dia menjawab bahwa yang akan menjemput adalah ananda Arif sendiri, jam 4.00. Di samping kami duduk seorang pemuda ngganteng sibuk dengan HP nya sesekali ia menoleh kepada kami, tanpa sepatah katapun terucap. Kami berbincang tentang Kanda Handaru dan nanda Arif .

Nampaknya pemuda sebelah kami ini ikut mendengarkan perbincangan kami. Dengan sopannya ia bertanya apakah kami akan menghadiri pernikahan Arif Budi Kurniawan, kami jawab " iya ". Ia memperkenalkan diri namanya SETIYO , ia teman karib Arif semasa SMA sampai sekarang. Ia kerja di Perum Angkasa Pura III yang dinas di Bandara Juanda Surabaya . Ia datang jam 2.30 ia menunggu jemputan seperti halnya kami.

Jam 4.10 ananda Arif menjemput. Kami langsung ke Masjid At Taqwa ( ?) untuk sholat shubuh. Habis sholat kami "digiring" nanda Arif ke warung nasi jamblang yang pernah kondang lewat acara wisata kulinernya Bondan Winarno.

Setelah sarapan kami diantar ke Sumber rumah pondokan dekat tempat hajatan . Hari itu Sabtu tanggal 5 April 2008, akan dilangsungkan pernikahan gelombang 1.
Ananda Arif sendiri akan menikah pada gelombang ke 2 hari minggu 6 April 08 bersama-sama dengan pasangan yang lain. (*)



Minggu, 27 April 2008

Keluarga Ahmad Budi Edyanto





Gambar kenangan saat Niken wisuda di Jojakarta.

Ahmad Budi Edyanto putra ke 6 ayahanda Poernomo dan Siti Karlina. Sekarang tnggal di Blitar.
Niken adalah putri ke 3.

Jumat, 25 April 2008

Foto Kenangan Keluarga Besar K. Notodirodo

Dari kiki kekanan : Eko, Hari, Toni,Hanif, Ndoko, nDono, Yanni, Ipung, Tari dan Yoyok
Sekarang semua ini ada dimana Mas Eko ? ( *. mas wink )
Ass.
Mas Wink,
Iki ana poto lawas,
kiranya bisa di muat di blog banjarsari
sebagai nostalgia ............

Judul bisa dipake
Photo Keluarga Besar K. Notodirodo,
diambil sekitar bulan Januari 1976
di halaman depan rumah Keluarga K. Notodirodo.

Pls kiranya bisa saya di add sbg kontributor
blog supaya saya bisa sedikit membantu isi
blog tsb supaya rame. Biasanya utk bisa akses ke blog harus
punya account gmail, account gmail saya: nugrohoed@gmail.com

Oh ya, imil yg biasa saya pake imil2an dg mas wink itu imil skunder yg sesekali saja
saya buka, yg biasa saya pake sbg email utama yaitu:
nugrohoed@gmail.com
eko_dn@yahoo.com.au
ekodrajat.nugroho@bp.com

Nuwun.
Wass.
Salam

Eko


Foto Kenangan : Saat Ibu Aslam Cholidi
( Ibunda Pak Mukti )pulang dari menuaikan
ibadah Haji.
Dari kekiri kekanan :
Ahmad Budi Edyanto, Pak Mukti,
Mas Eko, Ahmad Budi Priyatmoko





Dari kiri ke kanan :
Pak Mukti, Mas Eko,
Mas Agus ( Putro Ibu Sun, Sepupu P Mukti )
Mazwink: Mas Eko adalah putra dari Bp. H.Maskur dan Bude Muti'ah binti K.Notodirodo.
Bude Mut adalah teman sepermainan dan sekolah semasa SD.

Rabu, 19 Maret 2008

Rara Ulang Tahun

Raisya, putri pertama Dwi Rizki, akan ulang tahun yang kedua pada 24 Maret 2008. Tidak ada perayaan besar-besaran. Hanya syukuran beberapa keluarga di Surabaya. Insya Allah keluarga besar: Wirawan, Bambang Priambodo, Ahmad BudiPriyatmoko, Mukhlas.

Biar kecil-kecilan asal bahagia, karena semua bisa kumpul termasuk Neo (putra Oryza dan Heni). Jadinya, dua cucu Eyang Wirawan bikin rame. Lucu.

Selasa, 08 Januari 2008

Idul Fitri 1428 H Di Banjarsari

Lebaran 1428 H. Kumpul di "ndalem" besar keluarga Soemoatmodjo.


Kel. Ahmad Budi Wirawan - Surabaya
Kel. Ahmad Budi Edyanto - Blitar
Kel. Ahmad Budi Priyatmoko - Surabaya.
Kel. Mohammad Purwidiantoro - Jogya
Kel. Ghofar - Malang
Kel besar Eyang Oem. Eyang putri dsb. sebagian kecil dari keluarga besar kita. Kapan kumpul lengkapnya ?

Jumat, 04 Januari 2008

Belum Cukupkah Teguran Ini ?

Bencana di Indonesia
Belum Cukupkah Teguran Ini ?

oleh: A. Budi Sulistyo

Tahun demi tahun bencana dan musibah sepertinya tak mau lepas-lepasnya dari bumi Indonesia. Sebagian masyarakat ada yang menghubung-hubungkan bencana yang bertubi-tubi melanda Indonesia itu dengan hal-hal mistik, klenik bahkan politik. Ada juga yang mengatakan, itu adalah fenomena alam biasa. Padahal, bisa jadi bencana-bencana itu berkaitan dengan dosa-dosa anak bangsa yang sepertinya tidak peduli lagi dengan dosa-dosa. Karena sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, bencana yang menimpa adalah karena dari kesalahan manusia sendiri.

Firman Allah :
“Apa saja ni`mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (Q.S. An Nisaa’ : 79).

Dalam firman-Nya yang lain Allah mengingatkan :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Ar Ruum : 41)

Dalam surat Al A’raf ayat 96 Allah berfirman :
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Bencana bisa menimpa siapa saja, baik yang taat maupun ingkar kepada-Nya, sebagaimana tersebut dalam ayat :

“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Q.S.Al Anfaal : 25)

Hadits dari Ibnu ‘Umar r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda :
“Apabila Allah ta’ala mendatangkan siksaan pada suatu ummat maka siksaan menimpa seluruh orang yang berada di situ kemudian mereka nanti dibangkitkan sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing.“ (hadits Mutafaq ‘Alaihi)[1]

Tujuan Allah memberi cobaan-cobaan pada manusia, tak lain adalah agar mereka kembali kepada kebenaran, dan agar mengambil pelajaran darinya, sebagaimana firman-Nya :
“Dan Kami coba mereka dengan (ni`mat) yang baik-baik dan (bencana) yang
buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). “ (Q.S.Al A’raaf : 168).

“Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pengajaran?” (Q.S.At Taubah : 126).

Dari Abu Hurairah r.a. yang berkata, Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun tipu daya, di mana pendusta dibenarkan, sedangkan orang-orang jujur didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang amanat dianggap pengkhianat, di masa itu ruwaibidhah berbicara.” Beliau ditanya :“ Apakah ruwaibidhah itu?” Beliau bersabda :“Orang bodoh yang berbicara tentang persoalan orang banyak.” (Hadits riwayat Bukhari) [2]

Dalam perjalanan hidup manusia, banyak umat yang timbul tenggelam dalam panggung sejarah. Untuk itu Allah telah mengingatkan, agar kita memperhatikan bagaimana kesudahan umat-umat terdahulu yang ingkar dan mendustakan Allah.. (Q.S.Al An’aam : 6; Ar Ruum : 9, 42 ; Al Mu’min : 82).
Contohnya antara lain, kaum Nabi Nuh yang mendustakan, membantah dan mengolok-olok seruan tauhid Nabi Nuh dihukum dengan ditenggelamkan dalam banjir besar. (Q.S. Al A’raaf : 59 – 64, Yunus : 71 -73, )
Kaum Nabi Syu’aib yang curang dalam timbangan dan takaran serta berbuat kerusakan di muka bumi.(Q.S. Al A’raaf : 85-93 :Huud : 84-95), dihukum dengan gempa yang dahsyat. (Q.S. Al Ankabut : 36-37).
Kaum Nabi Luth yang melakukan perbuatan fahisyah (keji) yang belum pernah diperbuat oleh umat-umat sebelumnya, yakni pelampiasan nafsu syahwat kaum lelaki kepada sesama lelaki, diadzab dengan hujan batu dari tanah yang dibakar yang dibawa angin dan dibalikkan (yang di atas dijadikan di bawah) negeri yang mereka diami. (Q.S.Al A’raaf : 80. Huud : 78-82, Al Ankabut : 28-29, An Naml : 54-58, Asy Syuara : 160-173, Al Hijr : 59).
Karun, salah seorang umat Nabi Musa menyombongkan diri karena kekayaan yang tiada tara -kumpulan anak kunci gudang perbendaharaannya saja tidak terangkat oleh orang-orang yang kuat- dihukum dengan ditenggelamkan ke dalam bumi bersama seluruh harta kekayaannya. (Q.S. Al Qashash : 76-82, Al ‘Ankabuut : 39).
Ada pula contoh yang terjadi pada negeri Saba’, suatu negeri yang semula aman makmur damai, tetapi karena penduduknya berpaling, maka didatangkan banjir besar yang melanda negeri itu, dan, tanaman yang baik-baik digantikan dengan tanaman yang berbuah pahit. (Q.S. Saba’ : 15-16).
Begitu juga dengan perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (Q.S. An Nahl : 112)
Dan banyak lagi contoh lainnya yang bertebaran di dalam Al Qur’an.
Kalau kita tengok realita kehidupan di sekitar kita, baik melalui media cetak, elektronik mau pun kenyataan yang ada, betapa prihatinnya kita, karena begitu merajalelanya perbuatan maksiat diperbuat manusia yang ingkar dan tidak mempercayai adanya hari akhir. Masya Allah ! Misalnya :
Perilaku syirik, yang ditandai dengan maraknya perdukunan dan paranormal. Tatkala ada bencana, mereka meminta tolong kepada para dukun atau paranormal, bahkan mengidolakannya. Ketika gunung Merapi meletus dan menyemburkan awan panas, kapada siapa mereka minta tolong ? Ketika kemudian terjadi gempa bumi dan tsunami melanda wilayah Yogya dan sekitarnya, kepada siapa mereka minta tolong ? Untuk menghentikan semburan lumpur di Sidoarjo, ada ritual dengan cara melemparkan anak sapi hidup-hidup ke aliran lumpur panas.
Zina, bahkan zina yang tak lazim pun tidak jarang terjadi. Rentetannya banyak terjadi aborsi dan bayi yang dibuang di sembarang tempat.
Homosex dan Lesbian
Pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita atau sebaliknya.
Pembunuhan, tawuran, bahkan untuk hal-hal yang sepele.
Korupsi, pencurian dan perampokan.
Pengrusakan hutan.
Ghibah, yang bahkan telah menjadi komoditi.
Khamr dengan aneka jenis, istilah maupun derivat yang makin meluas.
Curang dalam timbangan dan takaran.
Judi dengan berbagai bentuk tingkat dan samarannya
Dan lain-lain.
Betapa panjang deretan bencana yang menimpa negara kita: gempa bumi, tsunami, badai, tanah dan sampah longsor, angin puting beliung, kebakaran, kekeringan, banjir bandang, letusan gunung berapi, awan panas, kecelakaan dahsyat di udara, di laut dan di darat, aneka penyakit yang bergantian muncul di mana-mana, flu burung, demam berdarah, diaree, SARS, AIDS dan lain sebagainya. Bahkan terjadi kelaparan yang sampai-sampai merenggut nyawa manusia. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Lumpur panas Lapindo telah mendekati satu tahun belum juga dapat dihentikan semburannya, bahkan makin meluas dan mengkhawatirkan. Belakangan menyusul semburan-semburan sejenis yang terjadi di Kalimantan dan Serang.
Daftar bencana itupun masih bertambah dengan tenggelamnya kapal Senopati Nusantara dan kapal feri Tri Star I, serta beberapa kapal kecil di berbagai perairan Indonesia. Juga hilangnya pesawat Adam Air, serta jatuhnya kereta api ekonomi ke sungai di Purwokerto.
Dan, yang baru saja terjadi adalah banjir besar yang melanda kawasan ibukota dan sekitarnya. Puluhan orang meninggal dunia, puluhan ribu mamusia menjadi pengungsi, ribuan rumah terendam. Berbagai dampak di bidang ekonomi, sosial, kesehatan dan lain-lain menyertainya pasca banjir
Sungguh hanya Dzat Yang Menciptakan dan Memiliki Bumi yang dapat menghentikan aneka bencana itu. Belum terdetikkah dalam hati kita untuk kembali kepada-Nya, berserah diri bulat-bulat kepada-Nya, Mohon pertolongan hanya kepada-Nya? Belum cukupkah teguran dan peringatan Allah melalui bencana yang menimpa ini? Belum tibakah masanya bagi kita untuk instropeksi, apakah itu pribadi, institusi, kelompok maupun negara terhadap apa yang telah selama ini kita perbuat.
Di dalam kitab tafsir Ibnu Katsir jilid 6 penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i ketika menguraikan tafsir ayat 41-42 surat Ar Ruum, menyebutkan : “Makna firman Allah ‘Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,’ yaitu, kekurangan tanam-tanaman dan buah-buahan disebabkan oleh kemaksiatan.
Abul ‘Aliyah berkata: “Barangsiapa yang berlaku maksiat kepada Allah di muka bumi, maka berarti dia telah berbuat kerusakan di dalamnya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan sebab ketaatan.” [3]
Pengetahuan dan kemampuan manusia sangatlah terbatas. Karena itu jangan lagi menyombongkan diri dengan kecanggihan teknologi, apalagi mensejajarkan Allah dengan makhluk ciptaan-Nya. Jangan lagi minta pertolongan dukun untuk menghentikan semburan lumpur panas, atau pun bencana-bencana yang lain.
Ketika seseorang mengatakan bahwa bencana-bencana yang terjadi adalah fenomena alam biasa, bukannya teguran dari Allah Azza wa Jalla, maka merekapun mensikapinya biasa-biasa saja. Dan solusi yang mereka tawarkan, hanya berdasarkan akal dan menggantungkan kecanggihan teknologi semata. Teknologi itu sah-sah saja, tetapi mengapakah tidak diikuti dengan berdo’a dan menyatakan kelemahan dan keterbatasan diri kepada Yang Maha Pencipta.

Firman Allah :
Dan Tuhanmu berfirman:"Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".(Q.S.Al Mu’min : 60)

Tidakkah kita teringat peristiwa banjir besar pada zaman Nabi Nuh a.s., tatkala putra beliau yang ingkar sedang diombang ambingkan ombak raksasa, iapun dihimbau ayahnya agar bergabung ke dalam bahtera, sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur’an surat Huud : 42,
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."
Tetapi, bahwa menurut logika si anak ia dapat berenang ke puncak gunung menyelamatkan diri, iapun dengan congkaknya menjawab.
"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.(Q.S.Huud 43)
Dalam sebuah hadits yang panjang yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, disebutkan sebuah kisah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang tiga orang yang terjebak di sebuah gua karena pintunya tertutup batu besar. Kekuatan mereka bertiga tidak bisa menggeser batu besar itu.
Salah seorang di antara mereka berkata : “Sesungguhnya tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu sekalian dari bencana ini kecuali bila kamu sekalian berdo’a kepada Allah ta’ala dengan menyebutkan amal-amal shalih yang pernah kalian perbuat“. Satu persatu mereka menyebutkan amal shalih mereka masing-masing, kemudian berdo’a memohon agar batu itu digeserkan. Subhanallah, batu itu bergeser setiap kali seorang selesai dengan do’anya. Hingga akhirnya mereka semua dapat keluar dari gua. [4]
Hanya dengan kembali kepada Allah, menghinakan diri di hadapan-Nya, mengakui segala kebodohan dan keterlanjuran kita, diiringi istighfar mohon ampun kepada-Nya, Insya Allah, Allah akan membukakan jalan untuk terhentinya bencana-bencana itu dan keluar dari aneka kesulitan. an makhluk ciptaan-Nya.

Firman Allah,
Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (Q.S.Huud 52)

Di dalam ayat yang lain Allah berfirman agar kita memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu, kebanyakan mereka adalah orang-orang yang mensekutukan Allah.
Katakanlah: "Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)". (Q.S. Ar Ruum : 42).

Ketika saya merenungkan bahwa dari sisi rohaniah untuk hal-hal di atas kuncinya adalah taubat dari perbuatan syirik, sombong dan maksiat, maka timbullah tanda tanya dalam diri saya, siapakah yang akan menyerukan ajakan taubat dan istighfar bagi bangsa ini ? Sungguh kita merindukan seseorang yang saleh dan berwibawa untuk mengajak bangsa ini ke jalan Allah. Tetapi, melihat pengalaman yang pernah terjadi, jika muncul seseorang yang mengajak kepada taubat, maka timbullah aneka komentar atau opini yang berbau politis.
Karena itu, saya mengajak diri saya dan mereka yang yakin akan adanya hari pembalasan, marilah kita memurnikan tauhid, ikhlas dalam menghambakan diri menyembah Allah, serta membanyakkan istighfar mohon ampun kepada-Nya. Diiringi doa mohon pertolongan-Nya agar bangsa ini dilepaskan dari bencana-bencana yang menimpa. Semoga Allah memperkenankan doa kita.

INNAA LILLAAHI WA INNAA ILAIHI RAAJI’UUN, ALLAAHUMMA’ JURNII FII MUSHIIBATII WA AKHLIFLII KHAIRAN MINHAA.

Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, karuniakanlah pahala kepadaku dalam musibah ini, dan gantilah bagiku musibah itu dengan yang lebih baik darinya. (H.R.Imam Muslim) [5]

Tidakkah kita takut akan siksaan Allah yang datangnya sekonyong-konyong jika kita melupakan peringatan-peringatan yang telah diberikan.
Firman-Nya,

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada
mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Q.S.Al An’aam : 44)

Naskah ini ditulis oleh seorang anak bangsa, seorang rakyat jelata, yang bukan ulama, ustadz ataupun penulis, bukan pula anggota salah satu partai politik. Hanyalah seorang yang prihatin dan merasa terdorong untuk berbuat sesuatu berkenaan dengan rentetan bencana yang menimpa bangsa. Hanya sebuah tulisan sederhana mengenai upaya keluar dari kesulitan yang menimpa bangsa, dari sudut pandang yang lain ini yang dapat saya perbuat. Mudah-mudahan membawa manfaat.

Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S.Al Ashr: 1-3)

Wallahu a’lam bishshowab.

Bekasi, 22 Muharram 1428
10 Januari 2007

Ahmad Budi Sulistyo bin Poernomo










Daftar Rujukan :

1. Al Quran (Khot dan tarjamah memakai CD ROM Holy Quran)
2. Terjemah Riyadlus Shalihin jilid II, penerbit CV. Toha Putra Semarang 1981,
3. Peristiwa-Peristiwa Dahsyat Akhir Zaman (Berdasarkan dalil-Dalil Shahih), oleh Sa’id ‘Abdul Halim, penerjemah Hawin Murtadlo, penerbit Al-Qowam dan Pustaka Barokah Solo 2004.
4. Kitab Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6 Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’I
5. DOA dan PENYEMBUHAN CARA NABI oleh Sa’id ‘Ali bin Wahf AL-QAHTHANIY, penerbit Mitra Pustaka.
6. Ta’lim bersama ustadz M.Maurits, Bekasi.


[1] Periksa Terjemah Riyadlus Shalihin jilid II, penerbit CV. Toha Putra Semarang 1981, BAB TENTANG HADITS-HADITS YANG TERSEBAR DAN YANG MEMUAT CERITERA, hadits nomor 23
[2] Periksa Peristiwa-Peristiwa Dahsyat Akhir Zaman (Berdasarkan dalil-Dalil Shahih), oleh Sa’id ‘Abdul Halim, penerjemah Hawin Murtadlo, penerbit Al-Qowam dan Pustaka Barokah Solo 2004, halaman 96.

[3] Periksa Kitab Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6 Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’I hal. 380
[4] Periksa Terjemah Riyadlush Shalihin, Penerbit CV Toha Putra Semarang, jilid I, BAB TENTANG IKHLAS hadits nomor 13

[5] DOA dan PENYEMBUHAN CARA NABI oleh Sa’id ‘Ali bin Wahf AL-QAHTHAIY, penerbit Mitra Pustaka.